
PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) terus tertimpa masalah hukum. Setelah lolos dari lubang jarum gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang dilayangkan PT My Indo Airlines, perusahaan lainnya melakukan aksi yang sama. PT Mitra Buana Koorporindo pada Jumat (22/10/2021) lalu mengajukan permohonan PKPU terhadap flag carrier Indonesia tersebut.
Mitra Buana menggugat piutang terhadap maskapai tersebut sebesar Rp 4,78 miliar belum juga terbayarkan. Permasalahan maskapai ini sangat pelik, terutama pada utangnya yang menggunung. Maskapai ini ternyata memiliki utang sebesar Rp 140 triliun, dari jumlah utang tersebut, yang sudah jatuh tempo sebesar Rp 70 triliun.
Utang yang terlampau tinggi tersebut dianggap sudah sangat sulit diselamatkan. Peristiwa penutupan maskapai Merpati Nusantara Airlines pun membayangi Garuda. Pada 2014 lalu, Merpati yang juga maskapai BUMN tersebut berhenti beroperasi hingga sekarang.
Maskapai tersebut tidak bisa beroperasi karena tertimpa berbagai masalah dan utangnya yang mencapai Rp 10,9 Triliun. Maskapai tersebut kalah dalam gugatan PKPU. Sementara untuk Garuda, muncul pendapat Garuda sudah sulit diselamatkan.
Pengamat penerbangan MS Hendrowijono mengatakan secara bisnis utang Garuda sudah sulit terbayarkan lagi Selain itu terjadi pemborosan yang terjadi pada manajemen. Sebagai contoh biaya sewa yang sangat tinggi dibandingkan dengan maskapai lainnya.
Pada masa pandemi ini banyak pesawat yang tidak beroperasi atau penumpangnya yang sedikit, padahal sewanya terus berjalan. Hendro menjelaskan, sebaiknya Garuda memang melakukan opsi pailit, namun harus mememenuhi hak hak karyawannya dulu. Berbeda dengan Merpati yang sebagian gaji karyawannya belum terbayar, Garuda dianggap masih bisa membayar penuh.
"Bagi pemerintah tidak masalah, kalau Garuda pailit dan diganti dengan maskapai yang lain," ujarnya. Sementara pengamat penerbangan Alvin Lie menyebutkan, bahwa utang Garuda Indonesia sudah terlalu tinggi maka tidak aneh apabila satu per satu mitra melakukan gugatan. Kemudian terkait Garuda Indonesia yang akan digantikan Pelita Air Service, Alvine menyebutkan, bahwa secara hitungan bisnis tentu lebih murah membangun airlines baru.
"Dalam skala perhitungan bisnis Garuda Indonesia sudah terlalu berat dan utang yang terlalu tinggi," ujar Alvin saat dikonfirmasi, Selasa (26/10/2021). Isu Garuda Indonesia pailit makin berhembus kencang seiring langkah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang membuka opsi menggantikan Garuda dengan Pelita Air jika Garuda resmi pailit. Opsi tersebut mendapat tanggapan dari Irfan Setiaputra. “Hal tersebut merupakan pandangan dari Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas Garuda Indonesia dalam melihat berbagai kemungkinan melalui perspektif yang lebih luas atas berbagau opsi terkait langkah pemulihan kinerja Garuda Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (20/10/2021).
Di sisi lain, Irfan juga menegaskan bahwa pihaknya tetap berupaya memperbaiki kinerja keuangan perseroan melalui restrukturisasi. “Adapun fokus utama kami di Garuda Indonesia saat ini adalah untuk terus melakukan langkah akseleratif pemulihan kinerja yang utamanya dilakukan melalui program restrukturisasi menyeluruh yang tengah kami rampungkan,” ucapnya. “Upaya tersebut turut kami intensifkan melalui berbagai upaya langkah penunjang perbaikan kinerja Garuda Indonesia secara fundamental khususnya dari basis operasional penerbangan,” sambungnya.
Menurutnya, kondisi pandemi Covid 19 yang saat ini mulai terkendali menjadi pertanda baik untuk melanjutkan upaya perbaikan keuangan Garuda Indonesia. “Kami optimistis dengan sinyal positif industri penerbangan nasional di tengah situasi pandemi yang mulai terkendali serta dibukanya sektor pariwisata unggulan Indonesia, menjadi momentum penting dalam langkah langkah perbaikan kinerja yang saat ini terus kami optimalkan bersama seluruh stakeholders terkait,” ucapnya. Merpati Nusantara Airlines adalah maskapai BUMN yang ditempatkan sebagai penyedia transportasi udara sebagai pelapisnya Garuda.
Maskapai ini beroperasi lebih banyak di daerah daerah terpencil seperti di pedalaman di Indonesia Timur. Namun karena dugaan terjadinya mismanajemen dan utang maskapai tersebut terus menggunung, akibatnya Merpati ditutup pada 2014. Berbagai upaya dilakukan untuk kembali mengoperasikan maskapai tersebut, pada 2015 ada usaha untuk merestrukturisasi utang.
Hingga ada perusahaan yang menggugat PKPU. Merpati memiliki dua anak usaha yang masih beroperasi yaitu Merpati Maintenance Facility dan Merpati Training Center. Pada November 2018 lalu Pengadilan Negeri Surabaya mengabulkan PKPU PT Merpati Nusantara Airlines (Persero).
Dengan putusan tersebut, maskapai pelat merah tersebut tidak berstatus pailit dan dipastikan bisa kembali terbang. "Mengabulkan permohonan PKPU PT Merpati Nusantara Airlines. Dengan syarat Merpati harus melunasi utang ke semua kreditor," kata Ketua Majelis Hakim Sigit Sutriono saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (14/11/2018). Menurut Sigit, Merpati punya tanggungan kepada 85 kreditor konkruen. "Dari 85 jumlah kreditor itu, empat kreditor menolak proposal perdamaian," sebutnya.
Dengan perdamaian itu, Merpati wajib melunasi tanggungan utang ke 85 kreditor konkruen. Utang itu nantinya dibayar dengan cara dicicil. Meski tidak berstatus pailit, hingga saat ini Merpati tidak beroperasi kembali.